Pernahkah kalian mendengar tentang Suku Bajo? Apa yang kalian tahu dari suku tersebut? Suku Bajo atau mungkin lebih dikenal dengan nama Suku Bajau, Badjaw, Sama, atau Same adalah suku yang sebagian besar tinggal bersama laut. Julukan untuk suku Bajo adalah “pengembara laut”. Mereka lebih sering menghabiskan hidupnya di laut dibanding di darat. Hidup mereka sangat bergantung pada laut. Laut adalah sumber kehidupan Suku Bajo.
Suku Bajo banyak tersebar di bagian timur Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Walaupun terpisah-pisah, mereka berasal dari nenek moyang yang sama. Oleh karena itu, kebudayaan Suku Bajo mempunyai banyak kesamaan walaupun sudah terpengaruh daerah persebaran masing-masing.
Nah apakah kalian tau kalau ada upacara atau ritual yang sudah dilaksanakan secara turun temurun? Salah satu kebudayaan Suku Bajo yang sudah diwarisi secara turun-temurun adalah upacara selamatan penurunan perahu baru. Upacara ini dilakukan di Kelurahan Petoaha Kendari, Sulawesi Selatan dan dinamakan ritual cera leppa.
Bagi masyarakat Bajo, ritual ini adalah sebuah keharusan. Masyarakat Bajo rela berhari-hari tidak melaut jika belum melakukan ritual ini. Mereka yakin, laut dan perahu tempat mereka mencari nafkah dihuni makhluk-makhluk halus yang senantiasa melindungi, memberi rejeki dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana dan malapetaka kepada mereka saat melaut.
Ada juga yang percaya bahwa jika melaut sebelum melaksanakan ritual akan mendatangkan makhluk aneh yang muncul di atas kapal baru mereka, salah satunya adalah gurita besar jelmaan Mbombongana Lao. Mbombongana Lao menurut suku bajo adalah penguasa di laut. Maka itu, ritual ini perlu diadakan karena dipercaya akan mempermudah datangnya rezeki dan menghindari bala saat melaut karena dianggap sebagai bentuk penghormatan pada penguasa laut.
Tahukah kalian kalau Masyarakat Bajo meyakini bahwa mereka tidak akan mendapat rezeki jika turun sebelum matahari tampak di ufuk timur (pagi)? Karena itu lah, ada waktu dengan hari tertentu untuk melaksanakan ritual cera leppa yaitu: hari senin sekitar jam 08.00, hari Selasa sekitar pukul 06.00, hari Rabu sekitar pukul 06.00, hari Kamis sekitar pukul 07.00, hari Sabtu sekitar pukul 10.00, serta hari Minggu sekitar pukul 07.00.
Apakah kalian penasaran dengan tahap pelaksanaan upacara cera leppa? Simak baik-baik ya! Pelaksanaan upacara ini dibagi menjadi beberapa tahapan, sebagai berikut:
- Tasa Diang
Tahap ini adalah untuk menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk ritual. Yang bertanggung jawab menyediakan kelengkapan bahan adalah orang yang mempunyai acara. Bahan dan alat tersebut adalah ayam putih satu pasang, buah kelapa, dupa atau kemenyan, kain putih, pinang, kapur sirih, nasi putih, pisang masak satu sisir, bor kecil, tembakau yang digulung di daun pisang yang sudah kering, daun sirih, juga alat tangkap untuk keperluan memancing. Di tahap ini juga, sang penyelenggara mencari dukun atau Suku Bajo menyebutnya sandro untuk memimpin jalannya ritual.
- Penganjamaan
Ini adalah tahap utama dalam ritual. Menjelang pelaksanaan ritual, perahu dibawa ke pinggir laut serta mengumpulkan bahan yang sudah disiapkan. Setelah lengkap bahan yang diperlukan, dimulailah upacara selamatan penurunan perahu baru ini.
Sandro/dukun berdiri dibagian ujung perahu dengan membaca niat dan mantra dengan tujuan meminta izin kepada Mbombongana Lao atau penguasa laut untuk membuka jalan membiarkan perahu lewat. Setelah itu, sandro berkeliling mengelilingi perahu tersebut sebanyak 7 putaran, mulai dari arah sebelah kanan menuju arah sebelah kiri. Selesai mengelilingi perahu, sandro mengambil kain putih yang sudah disiapkan dan dibentang di dalam perahu, setelah itu sandro duduk di atas perahu dengan beralaskan kain putih tersebut.
Selanjutnya, sandro memasukan barang-barang lain yang sudah disiapkan, ditaruh di atas kain putih yang sudah dibentangkan. Dimasukan berdasarkan posisi barang yang terdekat dengan tempat duduk sandro. Setelah itu perlengkapan lengkap, sandro membakar kemenyan sambil membaca mantra yang bertujuan untuk menyampaikan kepada penguasa laut agar ikut menyaksikan ritual cera leppa.
Saat sudah terlihat kepulan asap dari kemenyan, sandro melakukan pengasapan terhadap seluruh kelengkapan alat tangkap. Sambil diasapkan, sandro mengucap mantra-mantra agar selalu mendapat hasil yang memuaskan jika menggunakan alat tangkap tersebut. Usai pengasapan, semua peralatan dikembalikan ke tempat semula yaitu dibelakang sandro.
Langkah selanjutnya adalah sandro membuat lubang kecil dengan bor kecil di tengah-tengah lantai perahu. Ukuran kedalaman lubang tersebut kira-kira 4 cm dengan diameter kurang lebih 0,5 cm. Setelah selesai membuat lubang, dukun mengambil nasi putih sekadarnya dan mencampurnya dengan telur, kemudian dikepal dan dirapalkan mantra. Setelah itu di masukan ke dalam lubang yang tadi sudah dibuat. Kemudian, lubang tersebut ditutup kembali dengan cara didempul oleh tukang perahu (Muga Leppa) atau oleh pemilik perahu atas arahan sandro.
Saat perahu sudah ditambal, secara bersama-sama mereka mendorong perahu ke laut, lebih baik saat kondisi air sedang pasang sehingga masih bisa berjalan di laut. Sesampainya di laut sandro dibantu pemilik kapal menyembelih hewan kurban yaitu dua 2 ekor ayam putih, masing-masing jantan dan betina. Kedua ayam tersebut disembelih di dalam perahu dan kemudian dibuang ke laut, konon katanya ayam putih adalah makanan kesukaan sang penguasa laut. Selanjutnya sandro mengambil dayung dan memukul-mukulkannya pada air laut sambil membaca mantra.
Kemudian, sandro melempar kail tidak jauh dari posisi ayam yang tadi dibuang ke laut. Kemudian disusul dengan memasang jaring di laut oleh orang-orang yang sudah dipilih. Jaring tersebut dipasang melingkar mengelilingi hewan kurban. Dengan begini posisi hewan kurban berada ditengah-tengah jaring. Setelah memasang jaring sandro mengumpulkan semua benda-benda perlengkapan acara kecuali pisang.
Benda-benda tersebut dibungkus dengan kain putih dan dibuang ke laut, tepatnya ditengah lingkaran jaring. Ini dimaksudkan agar jaring yang dipasang selalu mendapat hasil tangkapan yang banyak. Sedangkan pisang dibagikan olah sandro kepada semua warga yang mengikuti acara cera leppa ini.
- Kacapura
Selesailah upacara selamatan penurunan perahu baru ini, pemilik perahu baru bisa menggunakan perahunya untuk pergi melaut setelah 3 hari berlalu. Seluruh warga yang turut menyaksikan ritual ini pulang ke rumahnya masing-masing. Apabila keluarga yang melakukan ritual ini berasal dari keluarga yang berkecukupan atau mampu, biasanya memanggil orang-orang yang menghadiri upacara untuk singgah di rumahnya untuk mencicipi hidangan ala akadarnya yang disiapkan. Hal ini hanya merupakan ungkapan rasa syukur dan kesenangan dari pihak keluarga yang mengadakan upacara.
Menurut masyarakat Suku Bajo di Kelurahan Petoaha Kota Kendari, cera leppa memberikan suatu motivasi atau inspirasi untuk lebih semangat, tegar, dan lebih berani dalam menghadapi tantangan di laut yang tidak selalu ramah. Lingkungan laut telah menempa mereka menjadi tegar dan mengikuti setiap sisi kehidupan laut, dan memanfaatkan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Laut dan guncangannya bagi mereka bukanlah sesuatu yang ditakuti dan dianggap musuh. Justru, mereka merasakan kedamaian dan ketenangan dalam buaian gelombang dan merasa aman di air laut.
Walaupun demikian, semakin berkembangnya zaman, kebanyakan pemuda Suku Bajo mulai meninggalkan ritual ini. Selain kepercayaan atau mitos Orang Bajo, upacara ini sebenarnya sangat bagus untuk menjunjung tinggi adat serta melestarikan kebudayaan peninggalan nenek moyang Suku Bajo. Selain itu, upacara ini dapat mempererat tali silaturahmi antar masyarakat Bajo. Melaksanakan upacara ini berarti ikut melestarikan tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.
Najwa Shabirah Muliawan
Siswa SMA Hang Tuah 1 Jakarta
Kelas XI IPA 1
NIS/NISN: 2020.6083/0056532635
Informatif untuk budaya lokal. 👍
bagaimana membuat perahu?